Sabtu, 19 Januari 2013

Titanium

Aku sedang berkutat dengan tiroid, oxytocin, cortex adrenal, dan segala macam nama asing lainnya, ketika tiba-tiba lagu itu membawaku kembali ke Bali, di malam sepekat ini, bulan Juli tahun lalu. Titanium, judul lagu itu, mengalun nyaring dari speaker laptopku. Aku tersentak. Ada kamu, sedang berjalan menyusuri jalanan Kuta malam itu. Kita tidak berdua, namun kita bersama. Kugemakan lagi lagu itu di kepalaku, kuulang-ulang bait perbait liriknya, berharap ada cuplikan lain yang ikut terbawa ke masa ini...

I'm bulletproof, nothing to lose
 Fire away, fire away
 Ricochet, you take your aim
 Fire away, fire away
 You shoot me down but I won't fall
 I am titanium 
You shoot me down but I won't fall
 I am titanium

...tapi tidak terjadi apapun.
 
Aku replay lagi lagu itu untuk memastikan, kali ini dengan earphone menempel di kedua telingaku. Hentakan musik Guetta disusul suara merdu Sia mengalun pelan di telingaku. Semenit... Dua menit... Tiga menit... Kamu samar-samar hilang... Lalu aku tersadar, kita tidak punya kenangan apapun dengan lagu ini, iya kan?
 
Mungkin bukan lagunya, tapi memang hanya aku, tanpa sadar menjamah kembali folder itu, Bali bulan Juli 2012. Tawa, keluarga, dan semua rasa. Aku, kamu, tapi tidak pernah ada kita. 

Kali ini earphone aku sambungkan dengan handphone, lagi-lagi Sia berdendang. 

Saat itulah aku mengerti perasaan Bella Swan saat ia melajukan motornya di hutan, juga saat ia berdiri di atas tebing bersiap untuk meloncat ke laut. Aku tau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar